RENUNGAN MENGHADAPI KEMATIAN

renungan-kematian

“Seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia… niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-natikan bagi setiap insan… Akan tetapi kenyataannya berbeda… setelah kematian itu ada pertanggung jawaban dan ada kehidupan…”

Betapa banyak berita kematian yang sampai di telinga kita, mungkin mengkabarkan bahwa tetangga kita, kerabat kita, saudara kita atau teman kita ataupun orang tua kita telah meninggal dunia, menghadap Allah Swt. Akan tetapi betapa sedikit dari diri kita yang mampu mengambil pelajaran dari kenyataan tersebut. Saudaraku, kita tidak memungkiri bahwa datangnya kematian itu adalah pasti. Tidak ada manusia yang hidup abadi. Realita telah membuktikannya

Allah swt telah berfirman:

“Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian, dan kelak pada hari kiamat saja lah balasan atas pahalamu akan disempurnakan, barang siapa yang dijauhkan oleh Allah Ta’ala dari neraka dan dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam surga, sungguh dia adalah orang yang beruntung (sukses).” (QS. Ali Imran : 185)

Allah swt juga telah berfirman:

“Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya pasti akan mendatangi kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang nampak, kemudian Allah Ta’ala akan memberitahukan kepada kalian setiap amalan yang dahulu kalian pernah kerjakan.” (QS. Al Jumu’ah : 8)

Saudaraku, kematian itu milik setiap manusia. Semuanya akan menjumpai kematian pada saatnya. Entah di belahan bumi mana kah manusia itu berada, entah bagaimanapun keadaanya, laki-laki atau perempuan kah, kaya atau miskin kah, tua atau muda kah, semuanya akan mati jika sudah tiba saatnya.

Allah swt berfirman:

“Dan bagi tiap-tiap jiwa sudah ditetapkan waktu (kematiannya), jika telah tiba waktu kematian, tidak akan bisa mereka mengundurkannya ataupun mempercepat, meskipun hanya sesaat” (QS. Al A’raf :34)

Saudaraku, silakan berlindung di tempat manapun, tempat yang sekiranya adalah tempat paling aman menjadi persembunyian. Mungkin kita bisa lari dari kejaran musuh, selamat dari kejaran binatang buas, lolos dari kepungan bencana alam. Namun, kematian itu tetap akan menjemput diri kita, jika Allah Ta’ala sudah menetapkan. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan dimanapun kalian berada, niscaya kematian itu akan mendatangi kalian, meskipun kalian berlindung di balik benteng yang sangat kokoh.” (QS. An Nisa : 78)

Kematian Adalah Rahasia Allah Swt

Kematian manusia sudah Allah Ta’ala tetapkan atas setiap hamba-Nya sejak awal penciptaan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya proses penciptaan manusia di dalam perut ibu, berlangsung selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi segumpal darah yang menggantung selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging  selama 40 hari juga. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, dan diperintahkan untuk mencatat empat ketetapan : rezekinya, kematiannya, amalannya, dan akhir kehidupannya, menjadi orang bahagia ataukah orang yang celaka….” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah swt telah berfirman,

“Sesungguhnya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang (kapankah) datangnya hari kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan air hujan, dan Dia lah yang mengetahui tentang apa yang ada di dalam rahim, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan esok hari, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi manakah dia akan mati..” (QS. Luqman : 34)

Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapan kah kita akan meninggal, dan dengan cara apakah kita akan mengakhiri kehidupan dunia ini, masih kah kita merasa aman dari intaian kematian…? Siapa yang bisa menjamin bahwa kita bisa menghirup segarnya udara pagi esok hari…? Siapa yang bisa menjamin kita bisa tertawa esok hari…? Atau…. siapa tahu sebentar lagi giliran kematian Anda wahai Saudaraku…

Di manakah saudara-saudara kita yang telah meninggal saat ini…? Yang beberapa waktu silam masih sempat tertawa dan bercanda bersama kita… Saat ini mereka sendiri di tengah gelapnya himpitan kuburan… Berbahagialah mereka yang meninggal dengan membawa amalan sholeh… dan sungguh celaka mereka yang meninggal dengan membawa dosa dan kemaksiatan…

Faidah Mengingat Kematian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan dunia”. Kemudian para shahabat bertanya. “Wahai Rasulullah apakah itu pemutus kelezatan dunia?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kematian” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, hadits dari shahabat Abu Hurairah)

Ad Daqaaq rahimahullahu mengatakan, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian, maka akan dianugerahi oleh Allah tiga keutamaan,

[1] bersegera dalam bertaubat,

[2] giat dan semangat dalam beribadah kepada Allah,

[3] rasa qana’ah dalam hati (menerima setiap pemberian Allah)” (Al Qiyamah Ash Shugra, Syaikh Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar)

 

Bersegera dalam Bertaubat

Sudah dapat dipastikan bahwa manusia adalah makhluk yang banyak dosa dan kemaksiatan. Seorang manusia yang banyak mengingat kematian, dirinya sadar bahwa kematian senantiasa mengintai. Dia tidak ingin menghadap Allah Ta’ala dengan membawa setumpuk dosa yang akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala. Dia akan sesegera mungkin bertaubat atas dosa dan kesalahannya, kembali kepada Allah Ta’ala. Allah telah berfirman,

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang mengerjakan keburukan dikarenakan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima taubatnya oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” (QS. An Nisa : 17)

Maksud dari berbuat keburukan karena kebodohan dalam ayat di atas, bukanlah kebodohan seorang yang tidak mengetahui sama sekali bahwa apa yang dia kerjakan merupakan sebuah keburukan. Orang yang berbuat buruk dan tidak mengetahui sama sekali tidak akan dihukum oleh Allah. Akan tetapi yang dimaksud kebodohan di sini adalah seseorang yang mengetahui bahwa apa yang dia lakukan adalah keburukan, namun dia tetap saja melakukannya lantaran dirinya dikuasai oleh hawa nafsu. Inilah makna kebodohan dalam ayat di atas. (Syarah Qowaidul Arba’ Syaikh Sholeh Fauzan).

Allah Ta’ala berfirman, “Dan bersegeralah menuju ampunan dari Rabb kalian dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang telah dipersiapkan (oleh Allah) bagi orang-orang ynag bertaqwa” (QS. Ali Imran : 133)

Giat dan Semangat dalam Beribadah kepada Allah

Seorang yang banyak mengingat kematian, akan senantiasa memanfaatkan waktunya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Jadilah engkau di dunia ini bagaikan seorang yang asing atau seorang yang sedang menempuh perjalanan yang jauh”, mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, lantas Abdullah ibnu Umar berkata, “Jika engkau berada di sore hari jangan engkau tunggu datangnya pagi hari, jika engkau berada di pagi hari jangan engkau tunggu datangnya sore hari, pergunakanlah waktu sehatmu (dalam ketaatan kepada Allah) sebelum datangnya waktu sakitmu, dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum kematian datang menjemputmu.” (HR. Bukhari)

Rasa Qana’ah di Dalam Hati

Allah Ta’ala akan menanamkan rasa qana’ah di dalam hati seseorang yang banyak mengingat kematian. Rasa qana’ah yang membuat seseorang merasa cukup terhadap setiap pemberian Allah Ta’ala, bagaimanapun dan berapa pun pemberian Allah. Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,

“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, dan beliau memerintahkan aku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. …” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Seseorang yang banyak mengingat kematian, meyakini bahwa segala pemberian Allah dari perbendaharaan dunia adalah titipan dari Allah. Seluruhnya akan diambil kembali oleh Allah, dan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Ta’ala atas seluruh pemberian tersebut. Nas’alullaha al afiyah.

Kehidupan setelah Kematian

“Saudaraku, seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia… niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-natikan bagi setiap manusia… Akan tetapi kenyataannya berbeda… setelah kematian itu ada pertanggung jawaban dan ada kehidupan… kehidupan yang sebenarnya…”

Diantara keimanan kepada hari kiamat adalah meyakini bahwa setelah kematian ini ada kehidupan. Semuanya akan berlanjut ke alam kubur kemudian ke alam akhirat. Di sana ada pengadilan Allah Ta’ala yang Maha Adil. Semua manusia akan diadili, mempertanggungjawabkan setiap amalan yang dia perbuat. Allah Ta’ala berfirman,

“Barangsiapa yang berbuat kebaikan meskipun sekecil biji dzarah, niscaya dia akan melihat hasilnya, dan barang siapa yang berbuat keburukan meskipun sekecil biji dzarah, niscaya dia akan melihat akibatnya” (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Terakhir Saudaraku, jadilah orang yang cerdas. Orang yang cerdas dalam memandang hakikat kehidupan di dunia ini. Abdullah Ibnu Umar dia pernah berkata, ‘Aku bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada beliau, kemudian mengucapkan salam kepada beliau, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’ Dia berkata lagi, ‘Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling baik persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdas.’” (HR. Ibnu Majah)

 

maka kita dapat mengambil pelajaran ketika kita berta’jiah ketempat saudara kita, kerabat kita, ataukah orang tua kita, maka hati dan fikiran kita berkata kalaw hari aku yang memandikannya mungkin esok aku yg akan dimandikan orang, kalaw hari ini aku yg mengafaninya mungkin esok aku yg akan di kafani orang, kalaw hari ini aku yg menyolatkannya mungkin esok aku yg akan disholatkan orang, law hari ini aku yg memasukannya kedalam kubur, mungkin esok aku yg akan di masukan ke kubur oleh orang lain.

inilah kesadaran kita sesunggungnya, karena kematian pasti datang menjemput setiap kita. saudaraku, kita tdk bs main2 lagi, bersenang, bersegeralah mendekat kepada Allah swt, bertaubatlah..,

Semoga bermanfaat. Allahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq

by: USTADZ MUHAMMAD BUDIONO AL AMIN (DA’I MUDA)
PENDIRI & KETUA UMUM MAJELIS TA’LIM – DZIKIR AT TAUHID SUMUT

 

TANDA – TANDA MAUT

Tanda 100 hari sebelum hari mati.

Ini adalah tanda pertama dari Allah SWT kepada hambanya dan hanya akan disedari oleh mereka-mereka yang dikehendakinya. Walaubagaimanapun semua orang Islam akan mendapat tanda ini cuma samada mereka sedar atau tidak sahaja. Tanda ini akan berlaku lazimnya selepas waktu Asar Seluruh tubuh iaitu dari hujung rambut sehingga ke hujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan mengigil.

Contohnya seperti daging lembu yang baru disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti kita akan mendapati daging tersebut seakan-akan bergetar. Tanda ini rasanya lazat dan bagi mereka sedar dan berdetik di hati bahawa mungkin ini adalah tanda mati maka getaran ini akan berhenti dan hilang setelah kita sedar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak diberi kesedaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan tanpa memikirkan soal kematian , tanda ini akan lenyap begitu sahaja tanpa sebarang munafaat. Bagi yang sedar dengan kehadiran tanda ini maka ini adalah peluang terbaik untuk memunafaatkan masa yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan urusan yang akan dibawa atau ditinggalkan sesudah mati.

Tanda 40 hari sebelum hari mati

Tanda ini juga akan berlaku sesudah waktu Asar. Bahagian pusat kita akan berdenyut-denyut. Pada ketika ini daun yang tertulis nama kita akan gugur dari pokok yang letaknya di atas Arash Allah SWT. Maka malaikatmaut akan mengambil daun tersebut dan mula membuat persediaannya ke atas kita antaranya ialah ia akan mula mengikuti kita sepanjang masa. Akan terjadi malaikatmaut ini akan memperlihatkan wajahnya
sekilas lalu dan jika ini terjadi, mereka yang terpilih ini akan merasakan seakan-akan bingung seketika. Adapun malaikatmaut ini wujudnya cuma seorang tetapi kuasanya untuk mencabut nyawa adalah bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan dicabutnya.

Tanda 7 hari 

Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan musibah kesakitan di mana orang sakit yang tidak makan secara tiba-tiba ianya berselera untuk makan.

Tanda 3 hari 

Pada ketika ini akan terasa denyutan di bahagian tengah dahi kita iaitu diantara dahi kanan dan kiri. Jika tanda ini dapat dikesan maka berpuasalah kita selepas itu supaya perut kita tidak mengandungi banyak najis dan ini akan memudahkan urusan orang yang akan memandikan kita nanti. Ketika ini juga mata hitam kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang yang sakit hidungnya akan perlahan-lahan jatuh dan ini dapat dikesan jika kita melihatnya dari bahagian sisi. Telinganya akan layu dimana bahagian hujungnya akan beransur-ansur masuk ke dalam. Telapak kakinya yang terlunjur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar ditegakkan.

Tanda 1 hari

Akan berlaku sesudah waktu Asar di mana kita akan merasakan satu denyutan di sebelah belakang iaitu di kawasan ubun-ubun di mana ini menandakan kita tidak akan sempat untuk menemui waktu Asar keesokan harinya.

Tanda akhir 

Akan berlaku keadaan di mana kita akan merasakan satu keadaan sejuk di bahagian pusat dan ianya akan turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke ahagian halkum. Ketika ini hendaklah kita terus mengucap kalimah syahadah dan berdiam diri dan menantikan kedatangan malaikatmaut untuk menjemput kita kembali Kepada Allah SWT yang telah menghidupkan kita dan sekarang akan mematikan pula.

Allahualam,

MEMAKNAI KEMATIAN

Kanjeng Nabi Khidir berhenti

sejenak, lalu berkata

“ matahari berbeda dengan

bulan, perbedaannya terdapat

pada cahaya yang

dipancarkannya. Sudahkah

hidayah iman terasa dalam

dirimu? Tauhid adalah

pengetahuan penting untuk

menyembah pada Allah, juga

makrifat harus kita miliki untuk

mengetahui kejelasan yang

terlihat, ya ru ’yat (melihat

dengan mata telanjang)

sebagai saksi adanya yang

terlihat dengan nyata. Maka

dari itu kita dalami sifat dari

Allah, sifat Allah yang

sesungguhnya, Yang Asli, asli

dari Allah. Sesungguhnya

Allah itu, allah yang hidup.

Segala afalnya (perbuatanya)

adalah bersal dari Allah. Itulah

yang demaksud dengan ru ’yati.

Kalau hidupmu senantiasa

kamu gunakan ru ’yat, maka itu

namanya khairat (kebajikan

hidup). Makrifat itu hanya ada

di dunia. Jauhar awal khairat

(mutiara awal kebajikan hidup)

, sudah berhasil kau dapatkan.

Untuk itu secara tidak

langsung sudah kamu sudah

mendapatkan pengawasan

kamil (penglihatan yang

sempurna). Insan Kamil

(manusia yang sempurna)

berasal dari Dzatullah (Dzatnya

Allah). Sesungguhnya

ketentuan ghaib yang tersurat,

adalah kehendak Dzat yang

sebenarnya. Sifat Allah berasal

dari Dzat Allah. Dinamakan

Insan Kamil kalau mengetahui

keberadaan Allah itu. Bilamana

tidak tertulis namamu, di

dalam nuked ghaib insan kamil,

itu bukan berarti tidak tersurat.

Ya, itulah yang dinamakan puji

budi (usaha yang terpuji).

Berusaha memperbaiki hidup,

akan menjadikan kehidupan

nyawamu semakin baik. Serta

badannya, akan disebut badan

Muhammad, yang mendapat

kesempurnaan hidup ”.

Syekh Malaya berkata lemah

lembut, “mengapa sampai ada

orang mati yang dimasukkan

neraka? Mohon penjelasan

yang sebenarnya ”.

Kanjeng Nabi Khidir berkata

dengan tersemyum manis,

“ Wahai Malaya! Maksudnya

begini. Neraka jasmani juga

berada di dalam dirimu sendiri,

dan yang diperuntukkan bagi

siapa saya yang belum

mengenal dan meniru laku

Nabiyullah. Hanya ruh yang

tidak mati. Hidupnya ruh

jasmani itu sama dengan sifat

hewan, maka akan dimasukkan

ke dalam neraka. Juga yang

mengikuti bujuk rayu iblis, atau

yang mengikuti nafsu yang

merajalela seenaknya tanpa

terkendali, tidak mengikuti

petunjuk Gusti Allah SWT.

Mengandalkan ilmu saja, tanpa

memperdulikan sesama

manusia keturunan Nabi Adam,

itu disebut iman tadlot.

Ketahuilah bahwa umat

manusia itu termasuk badan

jasmanimu. Pengetahuan

tanpa guru itu, ibarat orang

menyembah tanpa mengetahui

yang disembah. Dapat menjadi

kafir tanpa diketahui, karena

yang disembah kayu dan batu,

tidak mengerti apa hukumnya,

itulah kafir yang bakal masuk

neraka jahanam.

Adapun yang dimaksudkan Rud

Idhafi adalah sesuatu yang

kelak tetap kekal sampai akhir

nanti kiamat dan tetap

berbentuk ruh yang berasal

dari ruh Allah. Yang dimaksud

dengan cahaya adalah yang

memancar terang serta tidak

berwarna, yang senantiasa

meserangi hati penuh

kewaspadaan yang selalu

mawas diri atau introspeksi

mencari kekurangan diri

sendiri serta mempersiapkan

akhir kematian nanti. Merasa

sebagai anak Adam yang harus

mempertanggungjawabkan

segala perbuatan. Ruh Idhafi

seudah ada sebelum tercipta.

Syirik itu dapat terjadi,

tergantung saat menerima

sesuatu yang ada, itulah yang

disebut Jauhar Ning.

keenamnya jauhar awal.

Jauhar awal adalah mutiara

ibaratnya. Mutiara yang indah

penghias raga agra nampak

menarik. Mutiara akan tampak

indah menawan. Bermula dari

ibarat ketujuh, dikala

mendengarkan sabda Allah,

maka Ruh Idhafi akan

menyesuaikan, yang terdapat

di dalam Dzat Allah Yang

Mutlak. Ruh serba psrah

kepada Dzatullah, itullah yang

dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar

awal itu pula, yang

menimbulkan Shalat Daim.

Shalat Daim tidak perlu

mengunakan air wudhu, untuk

membersihkan khadas tidak

disyaratkan. Itulah shalat batin

yang sebenarnya,

diperbolehkan makan tidur

syahwat maupun buang

kotoran. Demikianlah tadi cara

shalat Daim. Perbuatan itu

termasuk hal terpuji, yang

sekaligus merupakan

perwujudan syukur kepada

Allah. Jauhar tadi bersatu padu

menghilangkan sesuatu yang

menutupi atau mempersulit

mengetahui keberadaan Allah

Yang Terpilih. Adanya itu

menujukkan adanya Allah,

yang mustahil kalau tidak

berwujud sebelumnya.

Kehidupan itu seperti layar

dengan wayangnya, sedang

wayang itu tidak tahu warna

dirinya. Akibat junub sudah

bersatu erat tetap bersih

badan jisimmu. Adapun

Muhammad badan Allah. Nama

Muhammad tidak pernah pisah

dengan nama Allah. Bukakah

hidayah itu perlu diyakini?

Sebagai pengganti Allah?

Dapat pula disebut utusan

Allah. Nabi Muhammad juga

termasuk badan mukmin atau

orang yang beriman. Ruh

mukmin identik pula dengan

Ruh Idhafi dalam keyakinanmu.

Disebut iman maksum, kalau

sudah mendapat ketetapan

sebagai panutan jati. Bukankah

demikian itu pengetahuanmu?

Kalau tidak hidup begitu,

berarti itu sama dengan hewan

yang tidak tahu adanya

sesuatu di masa yang telah

lewat. Kelak, karena tidak

mengetahui ke-Islaman, maka

matinya tersesat, kufur serta

kafir badannya. Namun bagi

yang telah mendapatkan

pelajaran ini, segala

permasalahan dipahamilebih

seksama baru dikerjakan,

Allah itu tidak berjumlah tiga.

Yang menjadi suri tauladan

adalah Nabi Muhammad.

Bukankah sebenarnya orang

kufur itu, mengingkari empat

masalah prinsip. Di antaranya

bingung karena tiada pedoman

manusia yang dapat diteladani.

Kekafiran mendekatkan pada

kufur kafir. Fakhir dekat

dengan kafir. Sebabnya karena

kafir itu, buta dan tuli tidak

mengerti tentang surga dan

neraka. Fakhir tidak akan

mendekatkan pada Tuhan.

Tidak mungkin terwujud

pendekatan ini, tidak

menyembah dan memuji,

karena kekafirannya. Seperti

itulah kalau fakhir terhadap

Dzatullah. Dan sesungguhnya

Gusti Allah, mematikan

kefakhiran manusia,

kepastianny ada di tanga Allah

semata-mata. Adapun wujud

Dzatullah itu, tidak ada stu

makhluk pun yang mengetahui

kecuali Allah sendiri. Ruh

Idhafi menimbulkan iman. Ruh

Idhafi berasal dari Allah Yang

Maha Esa, itulah yang disebut

iman tauhid. Meyakini adanya

Allah juga adanya Muhammad

sebagai Rasulullah. Tauhid

hidayah yang sudah ada

padamu, menyatu dengan

Tuhan Yang Terpilih. Menyatu

dengan Gusti Allah, baik di

dunia maupun di akhirat. Dan

kamu harus menyatu bahwa

Gusti Allah itu ada dalam

dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam

dirimu. Makrifat itu

sebutannya. Hidupnya disebut

Syahadat, hidup tunggal

didalam hidup. Sujud rukuk

sebagai penghiasnya. Rukuk

berarti dekat dengan Tuhan

Pilihan. Penderitaan yang

selalu menyertai menjelang

ajal tidak akan terjadi padamu,

jangan takut menghadapi

sakaratil maut. Jangan ikut-

ikutan takut menjelang

pertemuanmu dengan Allah.

Perasaan takut itulah yang

disebut dengan sekarat.

Ruh Idhafi tidak akan mati.

Hidup mati, mati hidup. Akuilah

sedalam-dalamnya bahwa

keberadaanmu itu, terjadi

karena Allah itu hidup dan

menghidupi dirimu, dan

menghidupi segala yang hidup.

Sastra Alif (huruf alif) harus

dimintakan penjelasannya

pada guru. Jabar jer-nya pun

harus berani susah payah

mendalaminya. Terlebih lagi

poengetahuan tentang kafir

dan syirik! Sesungguhnya

semua itu, tidak dapat

dijelaskan dengan tepat

maksud sesungguhnya. Orang

yang menjelaskan syariat itu

berarti sudah mendapatkan

anugrah sifat Gusti Allah.

Sebagai sarana pengabdian

hamba kepada Gusti Allah.

Yang menjalankan shalat

sesungguhnya raga. Raga yang

shalat itu terdorong oleh

adanya iman yang hidup pada

diri orang yang

menjalankannya. Seandainya

nyawa tidak hidup, maka Lam

Tamsyur (maka tidak akan

menolong) semua perbuatan

yang dijalankan. Secara yang

tersurat, shalat itu adalah

perbuatan dan kehendak orang

yang menjalankan, namun

sebenarnya Allah-lah yang

berkehendak atas hambanya.

Itulah hakikat dari Tuhan

penciptanya. Ruh Idhafi berada

di tangan orang mukmin.

Semua ruh berada di tangan-

Nya. Yaitu terdapat pada Ruh

Idhafi. Ruh Idhafi adalah sifat

jamal (sifat yang bagus atau

indah) keindahan yang berasal

Dzatullah. Ruh Idhafi nama

sebuah tingkatan (maqom),

yang tersimpan pada diri

utusan Allah (Rasulullah).

Syarat jisim lathif (jasad

halus0 itu, harus tetap hidup

dan tidak boleh mati.

Cahayanya berasal dari ruh itu,

yang terus menerus meliputi

jasad. Yang mengisayaratkan

sifat jalal (sifat yang perkasa)

dan sekaligus mengisyaratkat

adanya sifat jamal (sifat

keindahan). Jauhar awal mayit

(mutiara awal kematian) itu,

memberi isyarat hilangnya diri

ini. Setelah semua menemui

kematian di dunia, maka akan

berganti hidup di akherat.

Kurang lebih tiga hari

perubahan hidup itu pasti

terjadi. Asal mula manusia

terlahir, dari adanya Ayah, Ibu

serta Tuhan Yang Maha

Pencipta. Satu kelahiran

berasal dari tiga asal lahir. Ya,

itulah isyarat dari tiga hari.

Setelah dititipkan selama tujuh

hari, maka dikembalikan

kepada yang meninipkan (yang

memberi amanat). Titipan itu

harus seperti sedia kala.

Bukankah tauhid itu sebagai

srana untuk makrifat? Titipan

yang ketiga puluh hari, itu juga

termasuk juga titipan, yang

ada hanya kemiripan dengan

yang tujuh hari. Kalau

menangis mengeluarkan air

mata karena menyesali

sewaktu masih hidup. Seperti

teringat semasa kehidupan itu

berasal dari Nur. Yang mana

cahayanya mewujudkan

dirimu. Hal itulah yang

menimbulkan kesedihan dan

penyesalan yang

berkepanjangan. Tak

terkecuali siapun yang

merasakan itu semua,

sebagaimana kamu mati, saya

merasa kehilangan.

Mati atau hilang bertepatan

hari kematian yang keempat

puluh hari. Bagaimanakah yang

lebih tepat untuk melukiskan

persamaan sesama makhluk

hidup secara keseluruhannya?

Allah dan Muhammad

semuannya berjumlah satu.

Seratuspun dapat dilukiskan

seperti satu bentuk, seperti

diibaratkan dengan adanya

cahaya yang bersember dari

cahaya Muhammad yang

sesungguhnya. Sama hal pada

saat kamu memohon sesuatu.

Ruh jasad hilang di dalamnya,

kehadirat Tuhan Yang Maha

Pemberi. Tepat pada hari

keseribu, tidak ada yang

tertinggal. Kembalinya pada

allah sudah dalam keaadaan

yang sempurna. Sempurna

seperti mula pertama dalam

keadaan yang sempurna.

Sempurna seperti mula

pertama diciptakan ”.

Syekh Malaya terang hatinya,

mendengarkan pelajaran yang

baru diterima dari gurunya

Syekh Mahyuningrat Kanjeng

Nabi Khidir. Syekh Malaya

senang hatinya sehingga beliu

belum mau keluar dari dalam

tubuh Kanjeng Nabi Khidir.

Syekh Malaya menghaturkan

sembah, sambil berkata manis

seperti gula madu. “Kalau

begitu hamba tidak mau keluar

dari raga dalam tuan. Lebih

nyaman di sini saja yang bebas

dari sengsara derita, tiada

selera makan tidur, tidak

merasa ngantuk dan lapar,

tidak harus bersusah payah dan

bebas dari rasa pegal dan

nyeri. Yang terasa hanyalah

rasa nikmat dan manfaat ”.

Kanjeng Nabi Khidir

memperingatkan, “yang

demikian tidak boleh kalau

tanpa kematian ”.

Kanjeng Nabi Khidir semakin

iba kepada pemohon yang

meruntuhkan hatinya. Kata

Kanjeng nabi Khidir, “kalau

begitu yang awas sajalah

terhadap hambatan upaya.

Jangan sampai kau kembali.

Memohonlah yang benar dan

waspada. Anggaplah kalau

sudah kau kuasai, jangan

hanya digunakan dengan dasar

bila ingat saja, karena hal itu

sebagai rahasia Allah. Tidak

diperkenankan mengobrol

kepada sesama manusia, kalau

tanpa seizin-Nya! Sekiranya

akan ada yang

mempersolakan,

memperbincangkan masalah

ini! Jangan sampai terlanjur!

Jangan sampai

membanggakan diri! Jangan

peduli terhadap gangguan,

cobaan hidup! Tapi justru

terimalah dengan sabar!

Cobaan hidup yang menuju

kematian, ditimbulkan akibat

buah pikir. Bentuk yang

sebenarnya ialah tersimpan

rapat di dalam jagadmu! Hidup

tanpa ada yang menghidupi

kecuali Allah saja. Tiada antara

lamanya tentang adanya itu.

Bukankah sudah berada di

tubuh? Sungguh, bersama

lainnya selalu ada dengan kau!

Tak mungkin terpisahkan!

Kemudian tidak pernah

memberitahunakan darimana

asalnya dulu. Yang menyatu

dalam gerak perputaran

bawana. Bukankah berita

sebenarnya sudah ada

padamu? Cara mendengarnya

adalah denga ruh sejati, tidak

menggunakan telinga. Cara

melatihnya, juga tanpa dengan

mata. Adpun telingannya,

matanya yang diberikan oleh

allah. Ada padamu itu. Secara

batinnya ada pada sukma itu

sendiri. Memang demikianlah

penerapannya. Ibarat seperti

batang pohon yang dibakar,

pasti ada asap apinya, menyatu

dengan batang pohonnya.

Ibarat air dengan alunnya.

Seperti minyak dengan susu,

tubuhnya dikuasai gerak dan

kata hati. Demikian pun dengan

Hyang Sukma, sekiranya kita

mengetahui wajah hamba

Tuhan dan sukma yang kita

kehendaki ada, diberitahu akan

tempatnya seperti wayang

ragamu itu. Karena datanglah

segala gerak wayang.

Sedangkan panggungnya jagd.

Bentuk wayang adalah sebagai

bentuk badan atau raga.

Bergerak bila digerakkan.

Segala-galanya tanpa kelihatan

jelas, perbuatan dengan

ucapan. Yang berhak

menentukan semuanya, tidak

tampak wajahnya. Kehendak

justru tanpa wujud dalam

bentuknya. Karena sudah ada

pada dirimu. Permisalan yang

jelas ketika berhias.

Yang berkaca itu Hyang

Sukma, adapun bayangan

dalam kaca itu ialah dia yang

bernama manusia

sesungguhnya, terbentuk di

dalam kaca. Lebih besar lagi

pengetahuan tentang

kematian ini dibandingkan

dengan kesirnaan jagad raya,

karena lebih lembutseperti

lembunya air. Bukankah lebih

lembut kematian manusia ini?

Artinya lembut kesirnaan

manusia? Artinya lebih dari,

karena menentukan

segalanya. Sekali lagi artinya

lembut ialah sangat kecilnya.

Dapat mengenai yang kasar

dan yang kecil. Mencakup

semua yang merangkak,

melata tiada bedanya, benar-

benar serba lebih. Lebih pula

dalam menerima perintah dan

tidak boleh mengandalkan

pada ajaran dan pengetahuan.

Karena itu bersungguh-

sungguhlah menguasainya.

Pahamilah liku-liku solah

tingkah kehidupan manusia!

Ajaran itu sebagai ibarat benih

sedangkan yang diajari ibarat

lahan.

Misal kacang dan kedelai.

Yang disebar di atas batu.

Kalau batunya tanpa tanah pada

saat kehujanan dan kepanasan,

pasti tidak tidak akan tumbuh.

Tapi bila kau bijaksana,

melihatmu musnahkanlah pada

matamu! Jadikanlah

penglihatanmu sukma dan

rasa. Demikian pula wujudmu,

suaramu. Serahkan kembali

kepada yang Empunya suara!

Justru kau hanya mengakui

saja sebagai pemiliknya.

Sebenarnya hanya

mengatasnamai saja. Maka

dari itu kau jangan memiliki

kebiasaan yang menyimpang,

kecuali hanya kepada Hyang

Agung. Dengan demikian kau

Hangraga Sukma. Yaitu kata

hatimu sudah bulat menyatu

dengan kawula Gusti.

Bicarakanlah manurut

pendapatmu! Bila pendapatmu

benar-benar meyakinkan, bila

masih merasakan sakit dan

was-was, berarti kejangkitan

bimbang yang sebenarnya. Bila

sudah menyatu dalam satu

wujud. Apa kata hatimu dan

apa yang kau rasakan. Apa

yang kau pikir terwujud ada.

Yang kau cita-citakan tercapai.

Berarti sudah benar untukmu.

Sebagai upah atas

kesanggupanmu sebagai

khalifah di dunia. Bila sudah

memahami dan menguasai

amalan dan ilmu ini, hendaknya

semakin cermat dan teliti atas

berbagai masalah.

Masalah itu satu tempat

dengan pengaruhnya. Sebagai

ibaratnya sekejap pun tak

boleh lupa. Lahiriah kau

landasilah dengan

pengetahuan empat hal.

Semuanya tanggapilah secara

sama. Sedangkan kelimanya

adalah dapat tersimpan dengan

baik, berguna dimana saja!

Artinya mati di dalam hidup.

Atau sama dengan hidup di

dalam mati. Ialah hidup abadi.

Yang mati itu nafsunya.

Lahiriah badan yang menjalani

mati. Tertimpa pada jasad

yang sebenarnya.

Kenyataannya satu wujud.

Raga sukma, sukma muksa.

Jelasnya mengalami kematian!

Syekh Malaya, terimalah hal ini

sebagai ajaranku dengan

senang hatimu! Anugrah

berupa wahyu akan datang

kepadamu. Seperti bulan yang

diterangi cahaya temaram.

Bukankah turnya wahyu

meninggalkan kotoran? Bersih

bening, hilang kotorannya ”.

Kemudian Kanjeng Nabi Khidir

berkata dengan lembut dan

tersenyum. “Tak ada yang

dituju, semua sudah tercakup

haknya. Tidak ada yang

diharapkan dengan

keprawiraan, kesaktian

semuanya sudah berlalu. Toh

semuanya itu alat

peperangan”. Habislah sudah

wejangan Kanjeng Nabi Khidir.

Syekh Malaya merasa sungkan

sekali di dalam hati. Mawas

diri ke dalam dirinya sendiri.

Kehendak hati rasanya sudah

mendapat petunjuk yang

cukup. Rasa batinya

menjelajah jagad raya tanpa

sayap. Keseluruh jagad raya,

jasadnya sudah terkendali.

Menguasai hakekat semua

ilmu. Misalnya bunga yang

masih lam kuncup, sekarang

sudah mekar berkembang dan

baunya semerbak mewangi.

Karena sudah mendapat san

Pancaretna, kemudian Sunan

Kalijaga disuruh kelura dari

raga Kanjeng Nabi Khidir

kembali ke alamnya semula”.

Lalu Kanjeng Nabi Khidir

berkata, “He, Malaya. Kau

sudah diterima Hyang Sukma.

Berhasil menyebarkan aroma

Kasturi yang sebenarnya. Dan

rasa yang memanaskan hatimu

pun lenyap. Sudah menjelajahi

seluruh permukaan bumi.

Artinya godaan hati ialah rasa

qonaah yang semakin

dimantapkan. Ibarat memakai

pakaian sutra yang indah.

Selalu mawas diri. Semua

tingkah laku yang halus.

Diserapkan kedalam jiwa,

dirawat seperti emas. Dihiasi

dengan keselamatan, dan

dipajang seperti permata, agar

mengetahui akan kemauan

berbagai tingkah laku manusia.

Perhaluslah budi pekermu atau

akhlak ini! Warna hati kita yang

sedang mekar baik, sering

dinamakan Kasturi Jati.

Sebagai pertanda bahwa kita

tidak mudah goyah, terhadap

gerak-gerik, sikap hati yang

ingin menggapai sesuatu

tanpa ilmu, ingin mendalami

tentang ruh itu justru keliru.

Lagi pula secara penataan, kita

itu ibaratnya busana yang

dipakai sebagai kerudung.

Sedangkan yang ikat kepala

sebagai sarungmu. Kemudian

terlibat ingatan ketika dulu.

Ibarat mendalami mati ketika

berada di dalam rongga

ragaku.

Tampak oleh Sunan Kalijaga

cahaya. Yang warnanya merah

dan kuning itu, sebagai

hambatan yang menghadang

agar gagal usaha atauu ikhtiar

atau cita-citanya. Dan yang

putih di tengah itulah yang

sebenarnya harus diikuti.

Kelimanya harus tetap

diwaspadai. Kuasailah

seketika jangan sampai lupa!

Bisa dipercaya sifatnya. Berkat

kesediaanku berbuat sebagai

penyekat. Untuk alat

pembebas sifat berbangga diri.

Yang selalu didambakan siang

dan malam. Bukankah aku

banyak sekali melekat atau

mengetahui caranya pemuka

agama yang ternyata salah

dalam penafsiran. Dan

penyampaian keterangannya?

Anggapannya sudah benar. Tak

tahunya malah mematikan

pengertian yang benar.

Akibatnya terperosok dalam

penerapannya. Ada pemuka

agama yang ibaratnya menjadi

murung. Ia hanya sekedar

mencari tempat bertengger

saja. Yaitu pada batang kayu

yang baik rimbun, lebat

buahnya, kuat batangnya.

Untuk kemuliaan hidup baru.

Ada orang yang berkedudukan,

ada yang ikut orang kaya.

Akhirnya di masyarakatkan.

Ibaratnya seperti sekedar

memperoleh kemuliaan

sepele. Jadinya tersesat-

sesat. Ada pula yang justru

memiliki jalan terpaksa.

Menumpuk kekayaan harta dan

istri banyak. Ada pula yang

memilih jalan menguasai

putranya. Putra yang bakal

menguasai hak asasi orang

per orang. Semuanya ingin

mendapatkan yang serba lebih

di dalam memiliki jalan

mereka. Kalau demikian

halnya, menurut pendapatku,

belumlah mereka disebut

pemuka agama yang berserah

diri sepenuhnya kepada Allah,

tapi masih berkeinginan pribadi

atau berambisi. Agar semua

itu menjunjung harkat dan

martabat. Tatanan yang tidak

pasti, belum bisa disebut

manusia utama. Yang demikian

itu menurut anggapannya dan

perasaannya mendapatkan

kebahagiaan, kekayaan dan

mengerti hak yang benar. Bila

kemudian tertimpa kedudukan,

terlanjur terbiasa. Memilih

jalan sembarang tempat, tanpa

mengahasilkan jerih payahnya

dan tanpa hasil. Dalam arti

mengalami kegagalan total.

Setidak-tidaknya menimbulkan

kecurigaan. Apa kebiasaan

ketika hidup didunia. Ketika

menghadapi datangnya maut,

disitulah biasanya tidak kuat

menerima ajal. Merasa berat

meninggalkan kehidupan dunia

yang tersangkal lagi.

Pokoknya masih lekat sekali

pada kehidupan duniawi.

Begitulah beratnya amencari

kemuliaan. Tidak boleh lagi

merasa terlekat kepada anak-

istri. Pada saat-saat

menghadap ajatnya. Bila salah

menjawab pertanyaannya

bumi, lebih baik jangan jadi

manusia! Kalau matinya tanpa

pertanggungjawaban. Bila kau

sudah merasa hatimu benar.

Akan hidup abadi tanpa hisab.

Akibatnya, tubuh bumi itu

keterdiamannya tidak

membantu. Kesepiannya tidak

mencair. Tidak mempedulikan

pembicaraan orang lain yang

ditujukan kepadanya. Yaitu

bagaimana hilang dan mati

bersama raganya ialah

diidamkannya. Sehingga

mempertinggi semedinya,

untuk mengejar keberhasilan.

Tapi sayang tanpa petunjuk

Allah, apalagi hanya semedi

semata. Tidak disertai

dukungan ilmu