LENYAPNYA ILMU

السَّلاَمُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Waktu terus pergi meninggalkan kekuatan pikiranku. Bisa karena pikun bisa juga hilang dokumen yang ku miliki atau umurku wafat. Maka bisa hilang semua ilmuku. Sebelum sempat ku wariskan. Maafkan aku ya Allah…

LENYAPNYA ILMU

Lenyapnya ilmu merupkan hal yang pasti terjadi sebagaimana Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Allah swt tidak mencabut ilmu (agama) dengan cara mencabut langsung dari hamba-hamba (Nya), tapi Ia mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, hingga tiada seorang ulama pun yang tertingal, maka manusia mengambil pemimpin-pemimpin yang jahil (bodoh dalam masalah agama). Lalu mereka di Tanya (tentang masalah agama), maka mereka memberikan fatwa tanpa pengetahuan, karena itu mereka menjadi sesat dan menyesatkan. (H.R. Bukhori Muslim).

Sahabat..
Bukanlah karena aku yang terbaik diantara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku..

Sahabat..
sesungguhnya aku tengah menasehati kalian, PERCAYALAH bukan berarti aku orang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku.

Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasehat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberinasehat.

Semoga Allah swt meridhoi kita semua karena sebab BERDAKWAH

WASPADAI MEREKA

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

Sesungguhnya, menjelang terjadinya Kiamat ada fitnah-fitnah seperti sepotong malam yang gelap gulita, pada pagi hari seseorang dalam keadaan beriman, tetapi pada sore hari ia menjadi kafir, sebaliknya pada sore hari seseorang dalam keadaan beriman, namun dipagi hari ia dalam keadaan kafir. Orang yang duduk pada masa itu lebih baik daripada yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berjalan cepat. Maka, patahkan busur kalian, putus-putuslah tali kalian, dan pukullah pedang kalian dengan batu, jika salah seorang dari kalian kedatangan fitnah-fitnah ini, hendaklah ia bersikap seperti anak terbaik di antara dua anak Adam (yakni bersikap seperti Habil, jangan seperti Qabil–pent).” [HR. Abu Dawud, Ibnu Majah Al-Fitan, Ahmad, dan Hakim)

MEREKA ADALAH GOLONGAN PENYEBAR FITNAH.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Setelah itu akan terjadi fitnah Duhaima’, yang tidak membiarkan seorang pun dari umat ini kecuali akan ditamparnya dengan tamparan yang keras. Ketika orang-orang mengatakan, “Fitnah telah selesai”, ternyata fitnah itu masih saja terjadi. Di waktu pagi seseorang dalam keadaan beriman, namun di waktu sore ia telah menjadi orang kafir. Akhirnya manusia terbagi menjadi dua golongan: golongan beriman yang tidak ada kemunafikan sedikit pun di antara mereka, dan golongan munafik yang tidak ada keimanan sedikit pun di antara mereka. Jika hal itu telah terjadi, maka tunggulah munculnya Dajjal pada hari itu atau keesokan harinya.” [HR. Abu Dawud. Ahmad dan Al-Hakim. Dishahihkan oleh Al-Hakim, Adz-Dzahabi]

Kebiasaan kaum kafir mengadu domba dengan banyak sebutan atau panggilan buruk kini telah sampai di ujung lidah kaum muslimin. Itulah seburuk buruknya ucapan yang hakikatnya merusak hati sendiri

“Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk)” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Belum tentu yang kalian hina lebih buruk dari pada kalian di hadapan ALLAH SWT.

Dan barangsiapa yang membuat (mempelopori) perbuatan yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan (ditambah dengan) dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” (HR Muslim no. 1017).

Mengadu domba sesama muslim dengan saling hina dan saling cela

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

Kalian tak akan sampai pada ilmu yang mulia menanam tasawuf. Bila dengki hasad dan fitnah masih tertanam di pikiran kalian.

“Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dari pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim).

Dan bersabarlah dalam berdakwah karena mungkin saja itu adalah salah satu amal yang akan mengalir terus di saat dirimu telah tiada di dunia ini

“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara: Sedekah jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan Anak shalih yang mendoakan untuknya.” (HR. Muslim).

Mohon maaf lahir bathin bila ada paparan atau kisah yang saya kirimkan tidak berkenan di hati sahabat sahabat yang berhati mulia

وبالله التوقيق

MAHALNYA MENCARI ALLAH SWT

Diriwayatkan oleh Syaikh Syamsuddin Attabrizi, guru dari Maulana Jalaluddin Rumi. Ketika sampai di Bashrah Irak, Abu Yazid bertemu salah satu guru sufi.

Lalu sang guru sufi bertanya, “mau kemana engkau wahai Abu Yazid?”. Abu Yazid menjawab, “mau pergi haji ke Baitullah.”

Sang guru sufi bertanya lagi, “berapa banyak bekal yang engkau punya untuk pergi bertemu Allah swt di Baitullah sana?” Abu Yazid menjawab, “200 dirham.”

Guru sufi menasehati Abu Yazid, “Kau serahkan saja 200 dirham itu kepadaku, lalu kau tawaflah aku sebanyak 7 kali.”

Guru sufi ini lebih lanjut menerangkan kepada Abu Yazid, “Kau pikir Allah itu ada dalam Kakbah? Apa kalian pikir Allah itu bisa kalian kurung dalam sebuah bangunan?”

“Jauh sekali engkau mencari Allah. Padahal Dia ada dalam hati seorang mukmin. Dia dekat, lebih dekat dari urat leher. Kau tawaflah aku saja, karena Allah ada dalam qalbuku,” kata sang guru.

Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan bahwa qalbu seorang mukmin adalah baitullah. Qalbu para sufi adalah qalbu yang senantiasa mengalami muraqabah. Allah bersemayam dalam qalbu yang seperti itu.

Sementara qalbu manusia biasa justru menjadi sarang syaitan. Karena jarang bahkan tidak pernah mengalami proses penyucian (suluk).

Kata guru sufi ini, “Allah tidak pernah masuk ke dalam baitullah sejak itu didirikan. Namun Allah tidak pernah keluar dari qalbuku sejak ia dibangun oleh-Nya.”

Setelah pengajaran makrifat ini, sang guru tetap mempersilakan Abu Yazid menunaikan rukun Islam kelima ke Mekkah.

Namun ada pesan sangat hakiki tentang keberadaan Allah yang diperoleh Abu Yazid dalam perspektif tasawuf dari pengalaman itu.

Disebutkan, Abu Yazid setelah itu menghabiskan seluruh waktunya di kota kelahirannya Bistami sampai akhir hayatnya. Karena ia melihat Allah ada di kampung halamannya, tak perlu mengembara kemana-mana sebagaimana umumnya pencari hakikat.

Katanya: “Temanku (Tuhanku) tidak pernah bepergian, dan karenanya aku juga tidak berhijrah dari sini”

😊👍